1. Judul Novel : Bumi Manusia
2. Nama Penulis : Pramoedya Ananta Toer
3. Penerbit : Lentera Dipantara
4. Tahun Terbit : 25 Agustus 1980
5. Penerjemah : Maxwell Lane (Inggris)
6. Genre : Novel, Fiksi sejarah
7. Jumlah Halaman: 535 halaman
Novel ini berlatar akhir abad 18, menampilkan suasana dengan sangat apik dan detail. Lokasi yang diceritakan pada buku Bumi Manusia yatiu Wonokromo pada akhir abad 19, yang merupakan kawasan perkebunan tebu, Surabaya, Blora.
Novel ini bercerita tentang perjalanan seorang tokoh bernama Minke. Minke adalah salah satu anak pribumi yang bersekolah di H.B.S (HogereBurger School) yaitu sekolah yang setara SMA yang tidak semua pribumi bisa bersekolah sampai sejauh itu, hanya keturunan minimal ningrat yang boleh bersekolah. Minke merupakan anak dari bupati Pada masa itu,Sebenarnya yang bisa dan boleh bersekolah di HBS adalah keturunan orang-orang Eropa, khususnya Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu, Minke merupakan perkecualian karena kepandaiannya dalam menulis.
Kepandaian menulis Minke mendapat pengakuan dari orang-orang Belanda sehingga banyak sekali koran-koran terbitan negara Belanda yang memuat tulisannya. Novel ini menggambarkan ketidaksenangan teman-teman sekolah Eropanya terhadap Minke karena sikapnya yang revolusioner.
Tetapi hidup ditengah-tengah pergaulan eropa menjadikan pandangan minke menjadi pengagung eropa, dia melupakan tradisi dan adat jawanya, tradisi yang ada dari nenek moyangnya hilang begitu saja karena pengetahuan eropanya bahkan ia tidak mau memakai baju adat jawa karena sudah terbiasa dengan pakaian-pakaian eropanya. Hal tersebut sempat membuat geram ayahnya yang merupakan Bupati akan tetapi sang ibunda lah yang terus mendukung anaknya minke agar melaksanakan apa yang ia cita-citakan, disini minke mengalami pencarian jati dirinya, seorang pribumi tapi pengagung eropa.
Robert Surhof adalah teman sekaligus akan menjadi lawan, teman yang memiliki niat picik, serakah dan ingin mendapatkan apapun yang dia inginkan meskipun melakukan dengan cara-cara kotor. Suatu hari Robert Surhof mengajak minke berkunjung ke Wonokromo, sebuah perkebunan tebu dan perusahaan perdagangan, peternakan milik Nyai Ontosoroh (Nyai adalah sebutan bagi gundik-gundik kompeni).
Perkebunan yang begitu luas dengan rumah yang bagai istana, selain perkebunan Nyai memelihara ternak karena pelataran nya sangatlah luas. Pertemuan kali pertama Minke dengan Annelies (putri dari Nyai Ontosoroh). Annelies adalah Gadis indo-Belanda yang memiliki paras sangat cantik, bertubuh langsing, berambut pirang dan lurus, dikatakan bahwa kecantikannya melebihi Ratu Wilhemnia (Ratu belanda). Walaupun taraf pendidikan Annelies tidak sampai H.B.S akan tetapi dia memiliki pesona luar biasa lainnya, yaitu di usianya yang masih dikatakan belia dia mampu mengurusi perkebunan dan peternakan dan membantu ibunya menjalankan perusahaan, karena ayahnya,Mellema, kelakuannya berubah 180 derajat yang dikatakan akibat pengaruh hobinya pelesiran dan mabuk-mabukan pada saat itu.
Nyai Ontosoroh adalah perempuan pribumi yang dijual ayahnya kepada seorang pembesar Belanda untuk menjadi Nyai saat usianya 13 tahun. Pada masa kolonial Belanda berarti gundik, simpanan orang Eropa, tidak dinikahi secara resmi tetapi tinggal serumah dan bahkan melahirkan anak berdarah campuran.
Minke memasuki keluarga Mellena itu, bahkan Nyai meminta untuk tinggal di rumahnya dan Semenjak pertemuan pertama minke dan Annelies sekiranya telah menimbulkan benih cinta dikeduanya, Minke yang terpandang terpelajar dan pintar dalam berbahasa belanda serta prancis membuat Nyai Ontosoroh kagum dan tak ragu menyetujui jika mereka berhubungan. Setelah pulang dari kediaman Mellena Minke jadi terbayang-bayang oleh Annelies, tetapi sejak itu banyak hal yang menantang Minke. Tantangan pertama datang dari keluarga sendiri yang tidak terima Minke tinggal di kediaman Nyai yang berarti gundik seorang tuan Belanda. Tantangan kedua datang dari pihak sekolah yang memberhentikan Minke karena alasan moral.
Namun masalah lain timbul, Robert Surhof yang ternyata temannya memang mengincar Annelies sejak lama, Robert berteman lama dengan kakak kandung Annelies, Robert Mellema, tentunya surhof memandang Annelies secara nafsu. Berbagai siasat ditempuh Surhof untuk menjauhkan Minke dari Annelies. Suatu hari Annelies jatuh sakit karena memikirkan sang pangerannya, Minke, karena minke pernah berjanji kepada Annelies pada kunjungan yang pertamanya bahwa dia akan menemuinya lagi beberapa hari kedepan, namun sudah berminggu-minggu minke tidak berkunjung ke kediaman Nyai Ontosoroh.
Akhirnya karena melihat anaknya sakit, Nyai menyuruh salah seorang pekerjanya untuk mengirimkan surat kepada Minke serta menjemput Minke untuk bersedia tinggal di kediamannya. Begitu besar kisah cinta yang digambarkan antar Minke dan Annelies sehingga akhirnya mereka menikah walaupun banyak pertentangan dari orang tua Minke yang tidak menyetujui ia menikah dengan seorang keturunan Belanda.
Dalam buku Bumi Manusia ada kutipan “Kau terpelajar, cobalah untuk bersetia pada kata hati.” Setelah berbagai tantangan yang dihadapi, Minke kembali bersekolah dan dia akhirnya juga menikah dengan Annelis dan menikah secara Islam.
Kisah cinta antara Minke dan Annelies mengalami sesuatu yang sangat memilukan, yaitu karena Annelies anak dari seorang Gundik yang bernama Nyai Ontosoroh, akibatnya perkawinan antara Nyai Ontosoroh dengan Robert Mellema tidak diakui pengadilan tinggi belanda. Begitupun dengan pernikahan Minke dan Annelies tidak di akui pengadilan belanda karena tidak ada ijin orang tua sah dari Annelies, hak asuh Annelies diberikan kepada ibu tirinya di Belanda.
Dan Akhirnya secara terpaksa Annelies harus angkat kaki dan pergi ke Belanda. Bagi Annelies, berpisah dengan Minke dan Nyai adalah suatu kegilaan. Perasaan ini memaksanya menderita depresi berat. Ia diam seribu bahasa. Hingga hari penjemputan tiba, Annelies baru membuka suara. Itupun suara yang pedih.
"Sekali dalam hidup, biarlah aku suapi suamiku," kata Annelies kemudian terdiam dan tak mau bicara lagi.
Kepada Nyai, Annelies juga berpesan:
"Beri aku seorang adik sampai mama takkan lagi merasa tanpa Annelies,"
Terakhir kepada Minke:
"Kenangkan kebahagiaan saja ya, mas, jangan yang lain,"
Sementara Minke dan Nyai Ontosoroh tidak tinggal diam melawan ketidakadilan pengadilan putih belanda, minke dengan kepiawannya menulis pengaduan diberbagai media cetak telah menyalakan api para pembacanya, pendukung Minke tidak hanya sekedar kerabat-kerabatnya, kini seluruh masyarakat di wonokromo dan Madura ikut protes terhadap ketidakadlilan belanda.
Namun apalah yang bisa dilakukan oleh seorang Pribumi terhadap pengadilan tinggi, semuanya tidak ada hasil. Annelies harus pergi ke Belanda dan terpisah dari pangerannya Minke. Hal tersebut merubah semua pemikiran minke yang semula pengagum belanda kini dia merasakan ketidakadilan, penjajahan, diskriminasi belanda terhadap pribumi.
-LISA APRILIA SYAFITRI (EKONOMI 2019)-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar